Rabu, 08 Februari 2012

Keperawatan Jiwa (Halusinasi)


LAPORAN PENDAHULUAN



HALUSINASI

A.    Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis, 1993).

B.     Rentang respon halusinasi ( berdasarkan Stuart dan Laria, 2001).




               Respon Adaptif                                                  Respon Maladaptif

>Pikiran logis                                      >Distorsi pikiran                     >Gangguan pikir
>Persepsi akurat                                  >Ilusi                                       >Halusinasi
>Emosi konsisten dgn pengalaman     >Reaksi emosi >> atau <        >Sulit berespon
                                                                                                               emosi
>Prilaku sesuai                                    >Prilaku aneh/tidak biasa        >Prilaku
                                                                                                               disorganisasi
>Berhubungan sosial                           >Menarik diri                          >Isolasi sosial 


C.     Jenis-jenis halusinasi
Stuart dan Laria, 1998 membaginya seperti tabel berikut :
Jenis Halusinasi
Prosentase

Karakteristik

Pendengaran (auditorik)





Penglihatan (Visual)




Penghidu (olfactory)


Pengecapan (gustatory)

Perabaan (tactile)


Cenesthetic



Kinesthetic



70 %






20 %





Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi.

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Membaui bau-bauan tertenru seperti bau darah, urine atau feces. Umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine atau feces.

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak


                       
D.    Fase-fase halisinasi
1.      Comforting, Ansietas sedang : halusinasi menyenangkan
2.      Condemning, Ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikkan
3.      Controling, Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi berkuasa
4.      Consquering, Panik : Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya

E.     Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

PSP : Halusinasi……

Isolasi sosial : Menarik diri


Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah




STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Interaksi : 1                 Jam 10.00 WIB                       Tgl 27-10-2003

Pertemuan 1


A.    Proses keperawatan
1.      Kondisi Klien
Menyendiri, bingung, lambat, kontak mata kurang, pembicaraan lambat dan diulang-ulang.
2.      Diagnosa keperawatan
Gangguan interaksi sosial :
3.      TUK
  1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
4.      Rencana Tindakan Keperawatan
1.1.  Membina hubungan saling percaya
-          Bina hubungan saling percaya : slam terapeutik, ciptakan lingkungan terapeutik.
-          Beri kesempatan klien ungkapkan perasaanya.
-          Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati

A.    Strategi Komunikasi
1.      Orientasi
  1. Salam terapeutik
“ Selamat pagi mbak ? boleh kenalan ngaak ? nama saya suster Yenny, panggil saya mbak Yenny ya !, saya Mahasiswa PSIK Unibraw Malang, saya yang akan merawat mbak selama 2 minggu ini, mulai tanggal 27 s/d 8 November 2003 “.
  1. Evaluasi/ validasi
“ Bagaimana perasaan mbak sekarang  ? Tidurnya bagaimana tadi malam ?”.
  1. Kontrak
“ Mbak nanti kita cerita-cerita kenapa mbak sampai dibawa kesini ? bersedia khan ? nggak lama koq, kira-kira 10 menit saja, bersedia khan ?

2.      Kerja
“ Mbak namanya siapa ? asalnya dari mana ? biasa dipanggil apa ? gimana perasaaanya hari ini ? apakah ada yang membuat mbak bingung ? Mbak sekarang dimana ? dirumah ada siapa saja ? anaknya dengan siapa ?

3.      Terminasi
  1. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasan mbak sekarang setelah bercakap-cakap dengan saya ?”.
  1. Evaluasi obyektif
“ Coba masih ingat nama saya ? terus coba sebutkan lagi kenapa mbak dibawa kesini ? bagus sekali !”.
  1. Rencana tindak lanjut
“ Baiklah mbak karena waktu kita sudah habis kita sudahi sampai disini ya, besok kita nomong-ngomong lagi ya ?
  1. Kontrak
“ Besok kita ketemu lagi disini jam 08.00 WIB kita akan nobrol tentang mengapa mbak dibawa kesini ? bersedia ? “.  








STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Interaksi : II                Jam 08.00 WIB                       Tgl 28-10-2003

Pertemuan 2


A.    Proses Keperawatan

1.      Kondisi klien
Menyendiri, bingung, gerakan lambat, pembicaraan kurang dan diulang-ulang.
2.      Diagnosa keperawatan
Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d
3.      TUK
  1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
4.      Rencana tindakan keperawatan
1.1.  Membina hubungan saling percaya
-          Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, ciptakan lingkungan terapeutik.
-          Beri kesempatan klien ungkapkan perasaanya
-          Dengarkan ungkapan klien dengan empati

B.     Strategi Komunikasi

1.      Orientasi
a.       Salam terapeutik
“ Selamat pagi mbak ? masih ingat saya ? nama mbak Winarti khan ? sebenarnya mbak Winarti sukanya dipanggil apa sih ?”.
b.      Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaan mbak Win sekarang ?”.
c.       Kontrak
“ Mbak Win, pagi ini sesuai dengan janji kita, kita akan ngobrol-ngobrol ya khan ? saya harap mbak Win nanti akan banyak bercerita kepada saya, bagaimana ? tidak lama koq, 15 menit saja ?

2.      Kerja
“ Mbak Win coba sih ceritakan kenapa mbak Win bisa sampai dibawa kesini ?, mbak Win tahu tidak ini dimana ? Rumah sakit apa ?”.
“ Bagaimana  perasaan mbak Win selama disini ?’.

3.      Terminasi
  1. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasaan mbak Win sekarang ?’.
  1. Evaluasi obyektif
Coba mbak Win sebutkan lagi kenapa mbak win dibawa kesini ? ya ada lagi ?”.
  1. Rencana Tindak lanjut
“ Baiklah mbak Win waktu kita sudah habis, besok kita ngobrol-ngobrol lagi tentang apa yang dialami mbak Win sampai bisa terdengar suara-suara itu !’.
  1. Kontrak
“ Besok jam 08.00 WIB kita ketemu lagi ya ?, kita ngobrol dimana ? jangan lupa ya ?








STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Interaksi : III               Jam 08.00 WIB                       Tgl 29-10-2003

Pertemuan 3


A.    Proses Keperawatan


1.      Kondisi klien
Kontak mata baik, tertawa dan tersenyum, mengerti alur pembicaraan, mau menyapa.
2.      Diagnosa Keperawatan
Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d
3.      TUK
  1. Klien dapat mengenal halusinasinya
4.      Rencana tindakan keperawatan
-          Lakukan kontak sering tapi singkat
-          Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
-          Bantu klien untuk mengenal halusinasinya
-          Diskusikan dengan klien :
. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
-          Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halisinasi

B.     Strategi Komunikasi
1.      Orientasi
  1. Salam terapeutik
“ Selamat pagi mbak Win ? bagiamana tidurnya tadi malam ?”.
  1. Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaanya sekarang ?”.

  1. Kontrak
“ Mbak Win …..kita pagi ini ngobrol disini saja ya ?, jam 08.15 WIB s/d 09.00 WIB ya ?”.

2.      Kerja
“ Mbak Win selama ini apa sih yang mbak Win rasakan, mbak dengar suara-suara ya ? suara-suara apa sih ? berapa kali suara itu muncul dalam satu hari ? kapan suara-suara itu muncul ? lalu apa yang mbak rasakan sewaktu suara-suara itu muncul ?”.
3.      Terminasi
  1. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasaan mbak Win sekarang setelah tadi kita berbincang-bincang ?”.
  1. Evaluasi obyektif
“ Coba mbak Win sebutkan lagi suara-suara yang mbak dengar ?, jadi berapa kali ?”. Bagus sekali !”.
  1. Rencana tindak lanjut
“ Iya…mbak Win sudah bagus hari ini karena sudah bisa menceritakan kepada saya, Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi ya ? coba nanti diingat lagi mungkin ada yang terlupa !”.
  1. Kontrak
“ Nanti jam 10.00 WIB kita ketemu lagi ya ?”.







STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Interaksi : IV               Jam 10.00 WIB                       Tgl 29-10-2003

Pertemuan 4


A.    Proses Keperawatan


1.      Kondisi klien
Mau diajak bicara, stimulus dari perawat dulu, kontak mata baik, sering bengong
2.   Diagnosa Keperawatan
Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d
3.   TUK
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
4.      Rencana tindakan keperawatan
-          Lakukan kontak sering tapi singkat
-          Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
-          Bantu klien untuk mengenal halusinasinya
-          Diskusikan dengan klien :
. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
-          Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halisinasi

B.     Strategi Komunikasi
1.      Orientasi
  1. Salam terapeutik
“ Selamat siang mbak Win kita ngomong-ngomong lagi yuk ?
b.  Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaanya sekarang ?”.


  1. Kontrak
“ Mbak Win …..kita ngobrol disini saja ya ?, tidak lama koq 15 menit cukup, bersedia ?”.

2.      Kerja
“ Mbak Win masih  dengar suara-suara ya ? suara-suaranya mbak kenal nggak ?  apa sih bunyinya suara-suara itu ? berapa kali suara itu muncul dalam satu hari ? kapan suara-suara itu muncul ? lalu apa yang mbak rasakan sewaktu suara-suara itu muncul ?”.
3.      Terminasi
  1. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasaan mbak Win sekarang setelah tadi kita berbincang-bincang ?”.
  1. Evaluasi obyektif
“ Coba mbak Win sebutkan lagi suara-suara yang mbak dengar ?, Bagus sekali !”.
  1. Rencana tindak lanjut
“ Iya…mbak Win sudah bagus hari ini karena sudah bisa menceritakan kepada saya, kalau bisa ingat-ingat ya suara suara itu bunyinya apa dan kapan suara suara itu muncul !,  besok kita ngobrol-ngobrol lagi ya ?
  1. Kontrak
“ Besok jam 10.00 WIB kita ketemu lagi ya ?” di ruang televisi ya ?”.




























Snake Bite (Gigitan Ular)


TINJAUAN TEORITIS


A.      Konsep Dasar
1.    Pengertian
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ,  beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular, (Online), http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011).
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. (Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa, (Online), http://ifan. 050285. wordpress. com/2010/03/24/penatalaksanaan - keracunan - akibat - gigitan-ular-berbisa, diakses 18 Juli 2011).

2.    Ciri-Ciri Ular Berbisa Dan Tidak Berbisa
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Tabel 2.1. Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa
Ciri Ular
Tidak Berbisa
Berbisa
Bentuk Kepala
Bulat
Elips
Gigi Taring
Gigi kecil
2 Gigi Taring Besar
Bekas Gigitan
Lengkung Seperti U
Terdiri dari 2 Titik
Warna
Warna-Warni
Gelap

(Dokter Yuda Bedah. 2011. Snake Bite, (Online), http : // dokter yuda bedah.com/snake-bite-gigitan-ular/, diakses 18 Juli 2011).

3.    Etiologi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a.    Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b.    Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c.    Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d.   Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e.    Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
f.     Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.
g.    Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
(Deddyrin. 2009. Intoxicasi. (Online), http : // deddyrn. blogspot. Com/2009/09/intoxicasi.html, diakses 18 Juli 2011).

Tabel 2.1 Klasifikasi ular berbisa, lokasi, dan sifat bisa
Famili
Lokasi Sifat
Bisa
Elapidae
Seluruh dunia, kecuali Eropa
Neurotoksik dan nekrosis (ular cobra)
Hydrophidae
Pantai perairan Asia- Pasifik
Myotoksik
Viperidae:
       Viperonae

       Crotalidae

Seluruh dunia kecuali Amerika dan Asia- Pasifik
Asia dan Amerika
Vaskulotoksik

(Dona. 2009.  Gigitan Ular Berbisa. (Online), http : // askepterlengkap. blogspot.com/ 2009/08/gigitan-ular-berbisa.html?zx=5ed0a49ebb52d550, diaksesk 18 Juli 2011).

4.    Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.

Bagan 2.1 Pohon masalah Snake Bite

Sukar bernapas

Bisa ular masuk ke dalam tubuh

Daya toksik menyebar melalui peredaran darah

Gangguan system
neuroligist

Gangguan system
kardiovaskuler

Gangguan system
pernapasan

Oedema pada saluran pernapasan

Toksik masuk pembuluh darah

Koagulopati hebat

Hipotensi

Gagal napas

Mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan

Syok hipovolemik


(Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular, (Online), http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011).
5.    Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a.    Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1)        Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2)        Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3)        15 menit setelah digigit ular  muncul gejala sistemik. 10 jam muncul  paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b.    Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1)        Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2)        Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3)        Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c.    Gigitan Hydropiidae
Misalnya, ular laut, cirinya:
1)        Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2)        Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
d.   Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1)        Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2)        Anemia, hipotensi, trombositopeni.
(Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa, (Online), http:// ifan 050285 .wordpress. com/2010/03/24/ penatalaksanaan - keracunan - akibat - gigitan-ular-berbisa/, diakses 18 Juli 2011).
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:
a.    Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
b.     Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
c.    Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
d.   Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
e.    Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.
(Deddyrin. 2009. Intoxicasi. (Online), http : // deddyrn. blogspot. Com/2009/ 09/intoxicasi.html, diakses 18 Juli 2011).

6.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular, (Online), http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011.)

7.    Penatalaksanaan
a.    Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
1)      Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2)      Menetralkan bisa.
3)      Mengobati komplikasi.
(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular, (Online), http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-gigitan-ular-snake-bite.html, diakses 18 Juli 2011).
b.    Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:
R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I:  Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T:  Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul  ada korban.
c.    Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
1)   Balut tekan pada kaki:
a)    Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
b)   Keringkan sekitar luka gigitan.
c)    Gunakan pembalut elastis.
d)   Jaga luka lebih rendah dari jantung.
e)    Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas.
f)    Biarkan jari kaki jangan dibalut.
g)   Jangan melepas celana atau baju korban.
h)   Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).
i)     Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
2)   Balut tekan pada tangan:
a)    Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
b)   Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c)    Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
d)   Pasang papan sebagai fiksasi.
e)    Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
(Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular, (Online), http://nursing foruniverse. blogspot. Com/2010/01/pertolongan-pertama-pada-gigitan-ular_18.html, diakses 17 Juli 2011).
d.   Penatalaksanaan selanjutnya:
1)        Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.
2)        IVFD RL 16-20 tpm.
3)        Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
4)        ATS profilaksis 1500 iu.
5)        ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.
6)        Heparin 20.000 unit per 24 jam.
7)        Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
8)        Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
9)         Kalau perlu dilakukan hemodialise.
10)    Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
11)    Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin.
e.    Pemberian ABU
Tabel 2.2 Pemberian ABU sesuai derajat parrish
Derajat Parrish
Pemberian ABU
0-1
Tidak perlu
2
5-20 cc (1-2 ampul)
3-4
40-100 cc (4-10 ampul)

Tabel 2.3 Klasifikasi derajat parrish
Derajat Parrish
Ciri
0
1.    Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.
2.    Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
I
1.    Bekas gigitan 2 taring
2.    Bengkak dengan diameter 1-5 cm.
3.    Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
II
1.    Sama dengan derajat I
2.    Petechie, echimosis
3.    Nyeri hebat dalam 12 jam
III
1.    Sama dengan derajat I dan II
2.    Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh
IV
Sangat cepat memburuk.

(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular, (Online), http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-gigitan-ular-snake-bite.html, diakses 18 Juli 2011).





B.       Konsep Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873),  dasar data pengkajian pasien, yaitu:
a.    Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
b.    Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c.    Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri.
d.   Eliminasi
Gejala: Diare.
e.    Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).
f.     Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g.    Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
h.    Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i.      Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
j.      Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.
k.    Penyuluhan
Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah  membaik.

2.    Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan sepsis. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu:
a.    Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
Gangguan Jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga dari gangguan jalan napas. (Nanda, 2005: 4).
b.    Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.
Nyeri akut adalah. Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya sensasi tidak nyaman yang parah, yang berlangsung satu detik sampai kurang dari 6 bulan. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 209).
c.    Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami peningkatan suhu tubuh yang terus menerus lebih tinggi dari 37,8oC secara oral dan 38,8oC secara rectal yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. (Lynda Jual Carpenito, 2009: 152).
d.   Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
Ketakutan/ansietas adalah keadaan dimana seorang individu/kelompok mengalami suatu perasaan gangguan fisiologis/emosional yang berhubungan dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan sebagai bahaya. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 134).
e.    Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
Resiko infeksi adalah resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. (Nanda, 2005: 121).

3.    Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000).
a.    Diagnosa I
Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, bebas dispnea/sianosis.
Intervensi:
1)        Pertahankan jalan napas klien.
            Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2)        Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi endotoksin.
3)        Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4)        Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5)        Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.
b.   Diagnosa II
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1)   Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2)   Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui penyebab nyeri.
3)   Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4)   Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5)   Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu penyembuhan luka.
c.    Diagnosa III
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari kedinginan.
Intervensi:
1)   Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2)   Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu tubuh.
3)   Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
4)   Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit kering.
5)   Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6)   Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
d.   Diagnosa IV
Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat ditangani, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dengan  penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi:
1)        Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.
2)      Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas dari nyeri.
Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya merawat luka.
3)      Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien menunjukkan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan.
4)      Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
5)      Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur.
Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.
e.    Diagnosa V
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi:
1)   Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.
2)   Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme infeksius.
3)   Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.
Rasional: Mencegah kontaminasi luka.
4)   Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5)   Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka.
Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan memberikan deteksi dini infeksi luka.
6)   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.
4.    Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen (mandiri) dan kolaborasi.  Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah, 2004: 6).

5.    Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi. (Tarwoto Wartonah, 2004: 7).